Rabu, 26 Mei 2010

Menuai Sukses Di Ladang Yang Keras (Ady Gunawan)

Ady Gunawan 
& DebbyAdy Gunawan
Menuai Sukses Di Ladang Yang Keras
 
Berada di tengah persaingan yang ketat, menghadapi karakter orang Medan yang unik dan keras tak membuat pasangan Ady Gunawan dan Deby mudah menyerah. Ketika menghadapi 'badai' mereka juga terus berjuang.

Dalam jagad bisnis MLM di Indonesia, sudah lama disadari bahwa kota Medan-Sumatera Utara adalah 'ladang' yang potensial namun 'keras'. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, aktifitas ekonominya tinggi. Letaknya juga dekat dengan Singapura dan Kuala Lumpur, sehingga tak heran banyak perusahaan MLM 'beroperasi' di kota Medan yang memunculkan 'persaingan' ketat. Lagi pula karakter orang Medan tidaklah mudah untuk 'ditaklukkan'.

Hal itu diakui oleh Ady Gunawan (Silver Lion). Ketika dia bersama istrinya bergabung di Tianshi - Desember 2003 - belum banyak orang yang mengenal Tianshi. "Karakter orang Medan itu keras dan unik. Di Medan kalau mau memasukkan sesuatu yang baru, tantangannya luar biasa. Untuk meyakinkan satu orang perlu proses yang panjang," katanya.

Orang yang pertama kali - dari kota Medan - mencapai peringkat Bronze Lion dan meraih reward mobil Mercy Tianshi ini mengatakan bahwa banyak orang Medan yang cenderung lebih percaya kepada bisnis money game. "Kalau menawarkan money game, orang cenderung langsung joint. Tapi kalau bisnis MLM murni yang butuh kerja keras, mereka akan bilang bisnis orang malaslah, macam orang kurang kerjaanlah,"tukasnya.

Ady di depan 
supermarket BANNER STORE"Awalnya kami sering mengalami penolakan karena orang di kota Medan cenderung untuk minta pembuktian lebih dahulu. Eh, ketika kami datang lagi setelah sukses mereka masih terus minta bukti lagi. Karena itu jaringan yang kami bangun murni dari hasil memprospek orang yang kami tidak kenal sebelumnya," imbuhnya.

Tapi hal itu bukan halangan bagi mereka. "Bukan dimana ladangnya, tetapi siapa petaninya. Orang Medan itu sulit ditaklukan, tapi tergantung siapa dulu yang menjalankannya. Hikmahnya, mengembangkan jaringan di kota lain terasa mudah karena kami sudah menaklukan Kota Medan," sambung Deby.
 
Sempat Ragu
Sebenarnya, mereka berdua merasa trauma berbisnis MLM, karena di perusahaan sebelumnya mereka tidak mencapai kesuksesan. Sudah kerja dua tahun hasilnya tidak memadai. "Saya ditawari bergabung di Tianshi oleh seorang teman. Istri saya langsung memutuskan joint. Kami melihat marketing plannya luar biasa. Omset tidak pernah turun dan terakumulasi," tutur Ady.

Menurut Ady, istrinya yang memberi dorongan dan dukungan besar untuk total menekuni kembali bisnis MLM. Padahal saat itu bisnis Tianshi belum memberikan titik terang. "Istri saya adalah orang yang luar biasa. Kalau biasanya ada istri yang berespons negatif saat suaminya ingin terjun di bisnis MLM, istri saya malah menyuruh saya berhenti kerja dan menekuni bisnis MLM," tambahnya
 
"Ketika itu saya masih bekerja sebagai marketing sepeda motor. Ekonomi keluarga kami masih morat-marit. Istri saya bilang ia merasa kasihan dan tidak sabar melihat saya yang bekerja dari pagi sampai malam. Menurutnya kalau sudah 'banting tulang' penghasilannya besar tidak apa-apa, tapi sudah kerja keras, penghasilan saya memang kecil sekali. la berpikir saya sebaiknya berjuang total di bisnis network marketing saja," kisahnya.

Deby, sang istri ikut menambahkan alasannya. "Saya berpikir simple. Kami sudah lama di bisnis network marketing, malah pernah jadi top leader. Apapun caranya kami harus sukses. Kekuatan pikiran itu memang betul. Waktu mau dapat Mercy, omset kami masih jauh. Tapi karena kekuatan pikiran, eh ternyata tercapai," tambah Deby.
 
Jaringan Rontok
Menurut pemaparan Deby, sukses yang mereka alami sekarang bukan berarti berlangsung mulus-mulus saja. "Saat suami saya di peringkat Bintang 7, kami mengalami masalah berat. Ada upline kami membawa jaringan kami pindah ke MLM lain. Kemudian ada jaringan kami yang dipindahkan ke crossline. Waduh... itu bukan rontok lagi. Masalah ada di grup, upline, downline, dan crossline. Kami tergencet habis, kiri-kanan, muka-belakang, atas & bawah," kata Deby. "Padahal suami saya mencapai Bintang 7 hanya dalam waktu 9 bulan. Peringkat kami tertahan hampir setahun. Namun kami sangat bangga dengan perusahaan Tianshi bertindak adil. Jaringan kami yang pindah ke crossline dikembalikan," papar Deby.

Bersama Upline
 & Ketua APLI"Terus terang kami sempat mengalami krisis kepercayaan diri. Syukurlah kami memiliki upline leader yang luar biasa, Bapak Purno Wasono (Gold Lion). Beliau tidak hanya memberi motivasi, tapi acapkali terjun langsung membantu. Katakata pak Purno yang selalu menjadi pegangan kami adalah lebih baik hancur bersama perusahaannya, ketimbang belum apa-apa sudah pindah ke bisnis yang lain," imbuh Deby.

Satu hal lagi yang membuat mereka tetap bertahan di tengah terpaan 'badai', saat berada di peringkat Bintang 7 saja mereka sudah bisa membeli mobil sendri. "Wajar saja kalau kami tetap bertahan karena kami yakin bahwa Tianshi merupakan perusahaan yang bisa membawa perubahan kehidupan yang lebih baik," tegas Ady.
 
Perlahan-lahan mereka mulai membangun bisnisnya kembali. "Penyelesaiannya butuh waktu setahun. Grup kami memang hancur, namun kemudian kami kembali bangkit dengan menggunakan sistem. Dan memang berkat bantuan support system Unicore dan dukungan upline, satu per satu masalah bisa kami atasi. Malah kami bisa memperbaiki semuanya dan mengatur strategi yang bagus" jelas Deby.
 
Terbitlah Terang
Ady Didepan 
Rumah Mewahnya
Selepas 'badai' Ady Gunawan dan istrinya sudah mulai memetik hasil kerja keras mereka. Selain memiliki mobil Mercy hasil reward, dari bonus-bonus Tianshi mereka juga mampu membeli tiga buah mobil. Selain itu mereka juga bisa membeli dua buah rumah. "Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh downline yang telah bekerja sama membangun jaringan kami di Medan. Kami juga berterima kasih kepada para upline Pak Purno, lbu Yustin, Pak Angel, Pak Kanis dan Pak Efendy dan Pak Louis yang telah banyak membantu mengatasi masalah-masalah kami di Medan, tanpa mereka kami tidak ada apa-apanya," katanya.

"Kami ingat betul pertama kali bertemu Pak Louis di Medan beliau langsung menjabat tangan saya sambil berkata Pak Ady nanti mobilnya warna biru kan? lbu Debby warnanya merah ya? Padahal ketika itu kami baru pertama kali berkenalan dan sekarang kenyataannya terwujud. Luar biasa sekali Pak Louis itu," tambah Ady

Secara pribadi ia punya impian bisa membeli rumah berharga satu milyar. Ady juga sudah mendaftarkan kedua orangtuanya untuk menunaikan ibadah haji. "Saya pasti berusaha keras untuk mewujudkannya. Saya ingin membahagiakan mereka," tandasnya kemudian.

Ady sangat yakin akan perkembangan bisnisnya di masa depan. Pasalnya, sekarang saja dalam jaringannya sudah ada tiga Bronze Lion. Mereka tengah berupaya melakukan pengembangan jaringan di Palembang. Jaringan mereka pun sekarang sudah ada di luar negeri seperti di Penang- Malaysia, dan Thailand. "Di Kota Medan sendiri perkembangan Tianshi luar biasa. Omset Tianshi di kota Medan sekarang ini merupakan yang terbesar di luar Pulau Jawa," tambahnya lagi.
 
Lingkungan Positif
Ady dan istrinya percaya bahwa kesuksesan itu milik setiap orang. "Kesuksesan tidak tergantung pada orang lain. Kami didukung kualitas produk Tianshi dan support sistemnya Tidak ada orang-orang yang beruntung, yang beruntung adalah orang-orang yang bekerja keras dan mengikuti sistem. Kami juga teachable, menurut dan percaya pada upline," tambah Ady.

"Kalau mau sukses, harus mau keluar dari lingkungan yang negatif. Lingkungan sekitar rumah saya dulu negatif, ada pengangguran, narkoba, judi. Yah saya sempat terikut. Tapi karena ingin sukses, saya harus keluar dari lingkungan itu dan selalu baca buku, ikut pertemuan, dan berjumpa dengan orang-orang yang sukses," ucap Ady.

"Yang paling penting jangan pernah berhenti di tengah jalan. Berani memulai, harus berani mengakhiri. Jangan tanggung-tanggung, jadi ultrakaya sekalian. Di bisnis ini tidak ada yang gagal, yang ada karena berhenti di tengah jalan. Apapun masalahnya, selesaikanlah, sampai tetes darah penghabisan," ujar mereka.

Membantu Orang Lain "Sekarang kami tidak lagi sekadar mengejar bonus dan reward karena boleh dibilang sekarang kami sudah mencapai kebebasan finansial. Tetapi kami ingin membantu para downline saya untuk mencapai kesuksesan seperti yang kami miliki. Kalau melihat ada downline yang sukses, tidak bisa diukur nilainya dengan uang. lbarat orangtua yang melihat anaknya sukses, kami merasa bangga," tambahnya

Ady Gunawan menyampaikan agar para downlinenya yang menjadi orang mampu, mau menyumbangkan sebagian kekayaannya membantu fakir miskin dan orang yang kurang mampu. "Di sekeliling kita masih banyak orang yang perlu bantuan. Hidup di dunia ini hanya sementara dan kekayaan yang kita peroleh tidak akan kita bawa mati. Sudah seharusnya kita tidak hanya mengejar 'aset duniawi' tetapi juga membangun 'aset untuk akhirat"' tuntasnya mengakhiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar